Letter of Order

Posted: April 8, 2015 in Uncategorized

Color World

12: New Market, Dhaka – 1200

10th Januari 2015

Manager

Sales Division

National Paints Co. Ltd

20, Tongi, Gajipur

Sub: Order for various paints

Dear Sir,

Thank you for yor quotation and the price list. We are glad to place our first order with you for the following item :

SL.NO    Description                        Quantity              Weight                 Unit Price            Amount (Tk.)

1              Enamels Paint                    25 Tints                 10 lbs                     1000                       25.000

2              Synthetic Paint                  20 Tints                 200 lbs                  2000                       40.000

3              White Paint                        10 Tints                 10 lbs                     500                         5.000 70.000

Since the above goods are required immediately as our stock is about exhaust very soon.

We request you to send the goods through your ”Motor” van as the carriage inward is supposed to be borne by you.

We shall arrange payment within ten (10) days to comply with 5/10, Net 30 terms. Please send all commercial and financial documents along, with goods. We reserve the right to reject the goods if received late.

Yours Faithfully,

Weni Anjani

Purchase Manager

Color World

Application Letter

Posted: April 1, 2015 in Uncategorized

Monday, 01 April, 2015

Mrs. Sinta Rahayu

ZMC Company

Pondok Gede, Jakarta Timur

Dear Mrs. Sinta,

I am writing to apply for the programmer position advertised in the SINDO Newspaper. As requested, I am enclosing a completed job application, my certification, my resume and three references.

The opportunity presented in this listing is very interesting, and I believe that my strong technical experience and education will make me a very competitive candidate for this position. The key strengths that I possess for success in this position include:

I have successfully designed, developed, and supported live use applications

I strive for continued excellence

I provide exceptional contributions to customer service for all customers

With a BS degree in Computer Programming, I have a full understanding of the full life cycle of a software development project. I also have experience in learning and excelling at new technologies as needed.

Please see my resume for additional information on my experience.

I can be reached anytime via email at jannywenii@gmail.com

Thank you for your time and consideration. I look forward to speaking with you about this employment opportunity.

Sincerely,

Weni Anjani

Vemale.com – Ikatan Kartini Profesional Indonesia atau biasa yang disingkat IKAPRI menyelenggarakan Gelar Karya dan Produk Kartini 2014 dengan tema Mandiri Bersama Karya Cita Kartini Profesional Indonesia.

Acara tersebut berlangsung dari tanggal 25-28 November 2014 di Gedung Kementerian Perindustrian. Tujuan acara ini dibuat adalah untuk mempromosikan dan meningkatkan prospek bisnis para anggota IKAPRI melalui pameran dan dapat bekerja sama dengan Kementerian melalui program-program mereka.

Dan pada kesempatan kali ini, IKAPRI bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dengan mengadakan pameran yang terdiri dari 44 stan anggota IKAPRI. Dalam pameran ini, terdapat produk-produk kerajinan tangan, aksesoris, fashion dari para anggota Ikapri. Pada acara ini tidak hanya bazaar yang ditampilkan, namun juga setiap harinya akan ada talkshow, live music, workshop dan bedah buku.

“Ajang pameran ini merupakan wujud dari pelaksanaan program IKAPRI dengan cara memperluas jaringan bisnis dan juga untuk mendorong bertumbuhnya wirausaha-wirausaha baru di kalangan perempuan, guna mendukung kebijakan pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional,” tutur Elly Zuliani Herawati selaku Ketua Umum IKAPRI di Plasa Pameran Industri Gatot Subroto Jakarta Selatan Selasa 25 November 2014 kemarin.

Copyright by Vemale.comCopyright by Vemale.com

Elly mengaku bahwa organisasi IKAPRI masih tergolong baru, tetapi sudah diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan event ini. Dalam kesempatan yang sama pada pembukaan event ini turut hadir Busharmaidi Setjen dari Kementerian Perindustrian. “Kementerian Perindustrian mendukung penuh kegiatan IKAPRI dalam mengembangkan wirausaha bagi para perempuan Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, IKAPRI juga pernah menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, salah satunya adalah bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia untuk anggota IKAPRI serta menjadikan wirausaha baru untuk para wanita-wanita Indonesia.

IKAPRI telah berhasil menggandeng sekitar 2.500 anggota dari 33 provinsi di Indonesia. Organisasi nirlaba yang fokus kepada pemberdayaan perempuan profesional ini berdiri pada Agustus 2013. IKAPRI pun memiliki empat program utama di antaranya meningkatkan kapasitas SDM atau Sumber Daya Manusia, mempromosikan bisnis para anggota, perlindungan hukum dan meningkatkan kepedulian akan lingkungan.

http://www.vemale.com/hot-event/75973-gelar-karya-produk-kartini-2014-ikapri-jalin-kerja-sama-dengan-kementerian-perindustrian.html

Guru Sejati dan Revolusioner

Posted: Januari 12, 2015 in Uncategorized
| 15 comments ]

Oleh : Arif Luqman Nadhirin

Setiap orang pasti sepakat kalu seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat. Bukahkah guru itu digugu lan ditiru. Namun, apakah guru cukup menjadi teladan? Menurut penulis tidak. Mengapa? Karena guru juga harus sejati dan revolusioner. Artinya, yang perlu disoroti di sini juga semangat guru dalam mengemban tugas mulianya.

Secara implist, bisa disimpulkan ada “guru sejati” dan “guru aspal”. Guru sejati adalah meraka yang menjalankan tugasnya dengan penuh semagat keikhlasan dan semangat revolusioner mendidik anak bangsa. Sedangkan guru aspal adalah mereka yang berorientasi pada “rupiah” belaka, mengajar tanpa mendidik, memenuhi presensi tanpa menjadi motivator sejati bagi siswa di sekolah.

era global seperti ini memang menuntut guru untuk menjadi pragmatis. Artinya, guru butuh kesejahteraan dan kemakmuran. Dan hal itu salah satunya diperoleh dari tugasnya sebagai guru di lembaga pendidikan. Di sisi lain munculnya kebijakan sertifikasi semakin menjadikan guru salah niat dalam mengajar. Padahal kebijakan tersebut seharusnya menjadikan guru lebih kreatif, inivatif, dan profesional dalam mengemban misi mencerdaskan anak bangsa, bukan sekedar mengejar rupiah. Oleh karena itu, hal ini harus segera diluruskan.

Lalu bagai mana caranya? Caranya adalah dimulai dari mencegah munculnya guru aspal. Karena apa artinya rupiah, jika guru tidak biasa menjalankan tugas sucinya. Maka sebagai insan pendidikan, hal itu harus disikapi guru dengan arif. Salah satunya adalah dengan mencegah munculnya guru aspal dengan beberapa solusi dan trobosan yang efektif. Setidaknya ada beberapa cara, antara lain:

Pertama, memperketat penerimaan guru, baik sekolah berstatus swasta maupun negeri, PNS atau GTT. Mengapa demikian? Karena, selama ini masih banyak orang masuk sekolah dan menjadi guru hanya “berbasis KKN”. Artinya, asalkan punya kenalan pihak sekolah/dinas, asalkan punya uang ratusan juta rupiah, maka akses masuk jadi guru juga mudah.

Kedua, mempertegas aturan dan kiteria atau syarat menjadi guru. Selama ini, penerimaan guru tidak ketat dan kriterianya tidak jelas. Kita ketahui bahwa setidaknya seorang guru harus memiliki empat kompetensi pendidikan, yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Ketiga, guru harus linier, sesuai jurusannya. Artinya, jika guru itu lulusan Pendidikan Agama Islam, maka yang diajar gura mata pelajran agama Islam pula. Masih sering kita jumpai fakta di lapangan, guru mengajar tidak sesuai dengan bidangnya. Misalnya, lulusan Pendidikan Bahasa Indonesia mengajar materi bahasa Inggris, lulusan Pendidikan Biologi mengajar materi Ekonomi, dan sebagainya.

Yang jelas dan utama adalah guru harus memenuhi kualifikasi akademik dan kriteria plus-plus. Artinya, selama ini banyak guru yang pandai secara akademik, namun tidak mampu menjadi pendidik yang mampu memberikan motivasi dan semangat bagi siswanya. Inilah yang disebut dengan “kemampuan puls-plus”yang jarang dimiliki oleh guru. Bahkan banyak guru killer yang ditakuti siswanya, guru yang selalu memakai metode CBSA (Catat Buku Sampai Abis), guru yang mengajar ala kadarnya, banhkan guru yang centil/gatalkepada sisiwinya, dan masih banyak contoh lainnya. Inilah yang perlu dibenahi, jangan sampai guru aspal merusak pendidikan di negara ini.

Guru Revolusioner
Apakah cukup dengan itu, guru menjadi penentu pendidkan di negara ini? Tentu tidak, yang tak kalah urgen adalah perlunya guru revolusioner yang mengajar penuh dengan motivasi tinggi dengan semangat memajukan pendidikan Indonesia. Menurut Dian Marta Wijayanti, guru revolusioner memiliki beberapa ciri.

Pertama, dia selalu mengajar penuh rasa ikhlas tanpa pamrih. Artinya, dia tetap butuh kesejahteraan, tetapi bukan itu tujuannya. Mengapa? Karena menjadi guru bukanlah tujuan, karena posisi guru hanyalah alat untuk berbuat baik lebih banyak lagi dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia yang masih jauh dari harapan.

Kedua, memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. Artinya, bagai mana mungkin siswa akan bersikp disiplin kalau gurunya tidak.

Ketiga, selalu menjadi dambaan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa agar semangat dalam mencari ilmu, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Keempat, mampu mengajarkan kepada siswa, bahwa hidup tidak sekedar menjadi manusia berilmu, akan tetapi juga beriman dan beramal.

Kelima, selalu mengajarkan kepada siswa bahwa hidup bukan sekedar “mejadi apa” (to be), tapi yang lebih penting adalah “berbuat apa” (to do).

Inilah yang harus ditanamkan kepada siswa. Dengan demikian, wajah pendidikan kita akan semakin berseri-seri, jika para gurunya sejati dan revolusioner, bukan aspal.

Maka dari itu jadilah guru sejati dan revolusioner, bukan aspal. Bagaimana menurut Anda?

Keterangan:
Tulisan ini terinspirasi dari Artikel berjudul “Guru Revolusioner”, karya Dian Marta Wijayanti (Suara Merdeka edisi 19/10/2013)

Kendal, 19 Oktober 2013

http://nadhirin.blogspot.com/2013/10/guru-sejati-dan-revolusioner.html

ETIKA KEILMUAN

Posted: Januari 12, 2015 in Uncategorized

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .

  1. Pengertian Etika Keilmuwan

Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yg lain.

Hubungan Etika , Filsafat, dan Ilmu pengetahuan dapat digambarkan pada diagram berikut ini.

Dari gambar yang diatas bisa dilihat bahwa etika bagian dari filsafat. Filsafat sendiri merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Jadi bisa didefinisikan Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang tugasnya meneliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada yang paling mendasar. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral.

Dalam konteks etika sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan pemisahan antara etika dan moral. Yaitu bahwa etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan moral adalah obyek ilmu pengetahuan tersebut.

  • Etika secara umum dapat dibagi menjadi:
  1. a) Etika Umum,berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
  2. b) Etika Khusus,merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis. Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
  • Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:

1) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.

2) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

  1. Problem Etika Keilmuwan

              Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan.

Sebelum menentukan sejauh mana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam penggunakan ilmu kita sejogyanya menggunakan pikiran kita .

Analisa perkembangan selanjutnya dengan apa yang sudah terjadi, kelompok yang mengedepankan nilai moral mengkhawatrirkan terjadinya de-humanisasi, di mana martabat manusia menjadi lebih rendah, manusia akan dijadikan obyek aplikasi teknologi kelimuan. Hal ini berkaitan peristiwa yang terjadi selama ini, yaitu : (1) Secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya Perang Dunia II. (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan sangat esoterik (hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja) sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan. (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaannya yang paling hakiki seperti pada revolusi genetika dan teknik perubahan sosial.

Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang seharusnya” atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kata etika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya arti sama.

Dari pemahaman tersebut, maka etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi pengembangannya. Untuk mengatasi konflik batin dikemukakan teori-teori etika yang bermaksud untuk menyediakan konsistensi dan koheren dalam mengambil keputusan–keputusan moral. Teori–teori etika tersebut adalah :

  1. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar daru teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.
  2. Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang berarti “kewajiban”. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab, Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
  3. Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana memecahklan konflik hak yang bisa timbul.
  4. Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.

Etika menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, fisuf Jerman, Imanuel Kant, penghormatan kepada martabat manusia adalah suatu keharusan karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh ditaklukkan untuk tujuan lain.

Problematika Etika dan Tanggungjawab Ilmu Pengetahuan

Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya diluar  ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan , dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana kebebasan ini.

Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar. Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan.

Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.

Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.

Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang

hidup dalam kondisi sosio-tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan – berbentuk tekhnologi – pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya

Kita yakin adanya kenyataan bahwa antara ilmu pengetahuan theoria dengan penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan. Tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata, dan bukan sekedar perbincangan teoritik “awang-awang” harus dikendalikan secara moral. Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang – yang berupa tekhnologi – apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai pembebas beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan social yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali, pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial- politik, karena menguasai ilmu pengetahuan (tekhnologi) dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan tekhnologi. Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara industriawan selaku produsen dengan konsumen. Dalam bahasa Jacob lebih lanjut dikatakan bahwa ilu pengetahuan jangan sampai merugikan manusia dan lingkungan serta tidak boleh menimbulkan konflik internal maupun politik.

Tanggungjawab ilmu pengetahuan menyangkut juga tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dimasa lalu, sekarang, maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggungjawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang baik, yang seharusnya ; baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksisitensi manusia secara utuh. Dalam bahasa Melsen : Tanggungjawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas yang seharusnya ada.

Ilmu pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.

Kemajuan ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya, namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai “kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata sesuai dengan daerah yang ditanganinya.

Dewasa ini pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi “Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana tekhnik yang mengelola kelakuan manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram. Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.

Terkait dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara kritis mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil tekhnologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan factual manusia, sehingga terjadi hubungan timbale balik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Etika seperti itu berdasarkan “interaksi” antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah yang mem-“bumi”.

  1. Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai

 Bebas nilai merupakan tuntutan agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan dan karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan.
Namun tuntutan bebas nilai ini tidak mutlak karena tuntutan ini hanya berlaku bagi nilai lain di luar nilai yang menjadi taruhan utama dan perjuangan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.

Teori Tentang Nilai

Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?

Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.

Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.

 ILMU, Antara Bebas atau Terikat Nilai

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide baru bisa saja muncul berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas ilmu pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. Dengan demikian netralitas ilmu semakin dipertanyakan.

Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap.

Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma.

Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu?

Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral.

Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau terikat nilai (valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu yang terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb.

  1. Sikap Ilmiah Yang Harus Dimiliki Ilmuwan

Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang demikian saja sebagai barang yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu merupakan suatu cara berpikir yang demikian dalam tentang sesuatu obyek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengeta-huan yang ilmiah. Ilmiah dalam arti bahwa sistem dn struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan seca-ra terbuka. Disebabkan oleh karena itu pula ia terbuka untuk diuji oleh siapapun.

Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, obyektif, dan terbuka. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu juga masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kokoh kuat adalah masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang tak dapat disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia kearah perubahan yang cukup besar. Akan tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia bukan sebaliknya. Disinilah letak tang-gung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlak amat diperlukan. Oleh karenanya penting bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah.

Manusia sebagai makhluk Tuhan berada bersama-sama dengan alam dan berada di dalam alam itu. Manusia akan menemukan pribadinya dan membudayakan dirinya bilamana manusia hidup dalam hubungannya dengan alamnya. Manusia yang merupakan bagian alam tidak hanya merupakan bagian yang terlepas darinya. Manusia senantiasa berintegrasi dengan alamnya. Sesuai dengan martabatnya maka manusia yang merupakan bagian alam harus senantiasa merupakan pusat dari alam itu. Dengan demikian, tampaklah bahwa diantara manusia dengan alam ada hubungan yang bersifat keharusan dan mutlak. Oleh sebab itulah, maka manusia harus senantiasa menjaga keles-tarian alam dalam keseimba-ngannya yang bersifat mutlak pula. Kewajiban ini merupakan kewajiban moral tidak saja sebagai manusia biasa lebih-lebih seorang ilmuwan dengan senantiasa menjaga kelesta-rian dan keseimbangan alam yang juga bersifat mutlak.

Para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. (Abbas Hamami M., 1996, hal. 161)

Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan seca-ra sosial untuk melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat dipertanggungawabkan kepada Tuhan. Artinya selaras dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan.

Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996) sedikitnya ada enam , yaitu:

  1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
  2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing, atau , cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
  3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind).
  4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
  5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
  6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.

Norma-norma umum bagi etika keilmuan sebagaimana yang dipaparkan secara normatif berlaku bagi semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya seorang ilmuwan tidak boleh terpengaruh oleh sistem budaya, sistem politik, sistem tradisi, atau apa saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu. Tujuan ilmu yang dimaksud adalah objektivitas yang berlaku secara universal dan komunal.

Disamping sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada kenyataannya masih ada etika keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan tertentu. Misalnya, etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu. Taat asas dan kepatuhan terhadap norma-norma etis yang berlaku bagi para ilmuwan diharapkan akan menghilangkan kegelisahan serta ketakutan manu-sia terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Bahkan diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilmu yang membawanya pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia. Hal ini sudah barang tentu jika pada diri para ilmuwan tidak ada sikap lain kecuali pencapaian obyektivitas dan demi kemajuan ilmu untuk kemanusiaan. 

Kesimpulan

Ilmu merupakan suatu cara berpikir tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan tertentusehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan ilmiah. Ilmiah dalam artisistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Suatu keharusan bagiilmuwan memiliki moral dan akhlak untuk membuat pengetahuan ilmiah menjadi pengetahuanyang didalamnya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Disampingitu, pengetahuan yang sudah dibangun harus memberikan kegunaan bagi kehidupan manusia,menjadi penyelamat manusia, serta senantiasa menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Disinilah letak tanggung jawab ilmuwan untuk memiliki sikapilmiah.Para ilmuwan sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral, yangdalam filsafat ilmu disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang bebas dari prasangka pribadi, dapatdipertanggungjawabkan secara sosial dan kepada Tuhan.

Adapun sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan sedikitnya ada enam, yaitu:

  1. Tidak ada rasa pamrih(disinterstedness)

merupakan sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dan menghilangkan pamrih

  1. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi.
  2. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind).
  3. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
  4. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yangtelah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset. Dan riset atau penelitian merupakanaktifitas yang menonjol dalam hidupnya.
  5. Memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu bagikemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia.Secara terminologi, etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatanmanusia dalam hubungannya dengan baik dan buruk.

Yang dapat dinilai baik dan buruk adalahsikap manusia yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan, kata dan sebagainya. Dalametika ada yang disebut etika normatif, yaitu suatu pandangan yang memberikan penilaian baik dan buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak.Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etika sebagai pertimbangan dan yang mempunyai pengaruh pada proses perkembangannya lebih lanjut. Tanggung jawab etika menyangkut padakegiatan dan penggunaan ilmu. Dalam hal ini pengembangan ilmu pengetahuan harusmemperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, keseimbangan ekosistem, bersifat universaldan sebagainya, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan danmemperkokoh eksistensi manusia dan bukan untuk menghancurkannya. Penemuan baru dalamilmu pengetahuan dapat mengubah suatu aturan alam maupun manusia. Hal ini menuntuttanggung jawab etika untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan tersebut merupakan hasil yangterbaik bagi perkembangan ilmu dan juga eksistensi manusia secara utuh

Etika Keilmuan

Good Corporate Governance (GCG)

Posted: Desember 28, 2014 in Uncategorized

Good Corporate Governance(Tata Kelola Perusahaan yang Baik) merupakan prinsip-prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung-jawabannya kepada stakeholders. Prinsip-prinsip tersebut dijadikan sebagai perangkat standar yang bertujuan untuk memperbaiki citra, efisiensi, efektifitas dan tanggung-jawab sosial perusahaan. Perangkat tersebut dapat menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen melalui supervisi, monitoring dan mekanisme pengendalian keputusan dan kinerja perusahaan.

Prinsip-prinsip GCG adalah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness.

Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Responsibilitas adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap per-uu dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan per-uu yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independensi adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan per-uu yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Fairness adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan per-uu yang berlaku.
GCG saat ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG di BUMN.
Tujuan Penerapan GCG di BUMN adalah:

  • Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung-jawab dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional.
  • Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien,serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Komisaris, Direksi, dan Pemegang saham.
  • Mendorong agar Pemegang Saham, Komisaris,Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap per-uu yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung-jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan
  • Meningkatkan kontribusi perusahaan dalam perekonomian nasional.
  • Meningkatkan iklim investasi nasional.
  • Mensukseskan program privatisasi.

Bagi INTI, GCG saat ini bukan lagi hanya merupakan sebuah sistem atau seperangkat aturan, namun sudah merupakan bagian dari strategi untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan.

Implementasi GCG di INTI

Proses implementasi GCG INTI dilaksanakan secara sistematis melalui Road Map GCG INTI yaitu Tahap Pembangunan Perangkat GCG yang dimulai dengan membentuk Komite Tata Kelola Perusahaan (GCG) untuk membangun dasar penerapan GCG pada tahun 2004. Penyusunan Perangkat Dasar GCG tersebut dimulai pada tahun 2004 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Mengeluarkan SKD KN 001/2004, tentang Kebijakan dan Pedoman Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG)
  • Mengeluarkan SKD 024/KP.00/104040/2004 tentang Pembentukan Komite Tata Kelola Perusahaan (GCG)
  • Study Banding Komite GCG ke PT Krakatau Steel
  • Pembekalan Komite GCG dari Konsultan GCG
  • Studi literatur

Pada tahun 2005 implementasi GCG di INTI dilanjutkan dengan langkah-langkah penting sebagai berikut:

  • Mengeluarkan SKD 036/KP.00/204030/2005 tentang pembentukan Komite Tata Kelola Perusahaan (GCG)
  • SKD KN 021/2005 tentang Buku Etika Perusahaan
  • Penyusunan Buku Etika Perusahaan
  • Penyusunan Buku kumpulan peraturan/kebijakan landasan operasional GCG
  • Penyusunan Buku Self Assessment
  • Sosialisasi GCG di lingkungan perusahaan melalui penyebaran Buku Etika Perusahaan, penjelasan GCG dan buku etika perusahaan
  • Forum komunikasi karyawan mengenai GCG melalui media intranet jaring
  • Self Assessment penerapan GCG di PT INTI oleh Komite GCG INTI
  • Penyebaran penegasan etika perusahaan /kode etik
  • Penandatangan ketaatan terhadap kode etik
  • Pembentukan komite-komite pada organisasi Dewan Komisaris
  • Penandatangan kesepakatan percepatan implementasi GCG oleh Direksi
  • Audit GCG oleh Internal Audit

Pada tahun 2006 dilakukan Asesmen GCG yang dilaksanakan oleh lembaga asesor independen sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Negara BUMN, dengan skor 51 (72%) dan total skor 70,75. Selain itu dilakukan penyusunan Kerangka Kerja Implementasi GCG.
Pada tahun 2007 dilakukan tindak lanjut hasil asesmen berdasarkan Kerangka Kerja Implementasi (KKI) serta penyusunan konsep-konsep evaluasi penerapan GCG di lingkungan internal perusahaan yang berupa self assessment manual, kuesioner, lembar kerja, dan penilaian.
Pada tahun 2008 dilakukan kegiatan-kegiatan GCG sebagai berikut:

  • Evaluasi penerapan GCG unit kerja INTI. Evaluasi tersebut dilaksanakan oleh Komite GCG terhadap unit kerja PKBL, SDM & Setper, Pusbispro, dan RICE. Hasilnya tidak ada skor, namun berupa catatan-catatan kondisi faktual dan kondisi yang diharapkan.
  • Tindak lanjut hasil asesmen 2006 berdasarkan Kerangka Kerja Implementasi.
  • Sosialisasi penerapan GCG sebagai bagian dari sistem manajemen perusahaan.
  • Perubahan anggaran dasar (responsibilitas)

Kegiatan GCG pada tahun 2009 adalah:

  • Sosialisasi Hukum & GCG (KPK)
  • Kebijakan Larangan Pemberian dan Penerimaan Hadiah
  • Kebijakan Benturan Kepentingan
  • Penunjukkan GCG Ambassadors
  • Vendor Gathering (transparansi, fairness)
  • Sosialisasi Kebijakan-Kebijakan baru GCG
  • Pemberian penghargaan kepada anak-anak berprestasi dari karyawan (SR)
  • Perbaikan kesejahteraan karyawan (fairness, responsibilitas dalam hubungan industri)
  • Dengar Pendapat dengan DPRD kota: partisipasi perusahaan bagi penyandang cacat (social responsibility)
  • Peluncuran Budaya “Harmony”
  • Peluncuran Kebijakan “Whistle Blowing System”
  • Perundingan “Perjanjian Kerja Bersama” (fairness/kesetaraan)
  • Forum Komunikasi Manajemen dan Karyawan (berkala)
  • Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
  • Audit ISO 9001 – 2008 (responsibilitas)
  • Sertifikasi Sistem Manajemen K3 (bendera perak responsibilitas)
  • Laporan Manajemen (berkala, akuntabilitas, responsibilitas)
  • Perbaikan Tata Cara Pengadaan

Perkembangan implementasi GCG sampai bulan Juli 2010 pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

  • Perubahan sistem karir, job tender (fairness, akuntabilitas)
  • Pembaharuan Pokok-Pokok Kebijakan manajemen SDM
  • Sosialisasi Kebijakan Whistle Blowing System, Budaya Harmony, Peraturan Hukuman Disiplin (compliance program)
  • Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (lanjutan 2009)

Implementasi GCG INTI dapat dilihat pada kegiatan sehari-hari perusahaan yang antara lain telah menerapkan E-auction guna transparansi pengadaan barang dan jasa, memberdayakan website INTI untuk keterbukaan informasi, publikasi laporan keuangan perusahaan, perbaikan berbagai peraturan. Untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan standar pencapaian praktek GCG di INTI dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi praktek GCG secara teratur dan berkesinambungan.

http://www.inti.co.id/index.php/who-we-are/gcg

Contoh Perusahaan yang menerapkan prinsip CSR dengan baik

CSR dan Penerapannya Pada PT.Indosat

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:

Sumberdaya manusia

Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya “penyisihan gaji”, “penggalangan dana” ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

Manajemen risiko

Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang “mengerjakan sesuatu dengan benar”, baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan–yang semuanya merupakan komponen CSR–pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.Membedakan merek. Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu–biasanya yang terkait dengan produknya–yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

Ijin usaha

Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu ‘kebenaran” secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

Motif perselisihan bisnis

Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat contoh penerapan CSR pada PT.Indosat dibawah ini :

Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan berbagai progam yang kami harapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.

Corporate Social Responsibility yang kami lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO 26000 di perusahaan.

http://yoghaarghapermana.blogspot.com/2014/11/1contoh-perusahaan-yang-menerapkan.html

Contoh perusahaan yang menerapkan CSR adalah PT PLN (Persero).

PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan Wewenang dan tanggung jawab Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT PLN (Persero), mencakup di antaranya:

  • Menyusun dan melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat di lingkungan perusahaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dan CSR dengan lingkup kegiatan Community relation, Community Services, Community Empowering dan Pelestarian alam.
  • Menyusun dan melaksanakan program kepedulian sosial perusahaan.
  • Menyusun dan melaksanakan program kemitraan sosial dan bina UKM dan peningkatan citra perusahaan.
  • Memastikan tersedianya dan terlaksananya program pelestarian alam termasuk penghijauan dan upaya pengembangan citra perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.

Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahan (CSR) :

  1. a) Community Relation

Kegiatan ini menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Beberapa kegiatan yang dilakukan PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi instalasi listrik, contohnya melalui penerangan kepada pelajar SMA di Jawa Barat tentang SUTT/SUTET, dan melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di daerah Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur

  1. b) Community Services

Program bantuan dalam kegiatan ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum. Kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011, antara lain memberikan :

  • Bantuan bencana alam.
  • Bantuan peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di Kelurahan Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV Sawahan-Waru.
  • Bantuan sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di Kecamatan Rumpin – Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan pengaspalan jalan umum di Bogor – Buleleng, Bali.
  • Bantuan perbaikan sarana ibadah.
  • Operasi Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di Indoenesia
  • Bantuan Sarana air bersih,
  1. c) Community Empowering

Kegiatan ini terdiri dari program-program yang memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang dilakukan  antara lain:

  • Bantuan produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar SUTET, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
  • Bantuan alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah.
  • Bantuan pengembangan budi daya pertanian pepaya organik untuk komunitas di sekitar Gunung Merapi Yogyakarta yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
  • Bantuan pengembangan pola tanam padi SRI produktivitas tinggi
  • Bantuan pelatihan pengembangan budi daya tanaman organik di sekitar instalasi PLN
  • Pemberdayaan anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
  • Program budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
  • Bantuan Pelatihan budidaya rumput lain di Kalimantan Timur
  • Bantuan Pelatihan kelompok tani tambak ikan tawar Danau Sentani, Papua
  • Pelatihan manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
  • Pelatihan manajemen pemasaran dan keuangan bagi pengrajin souvenir khas Papua
  • Penyuluhan pertanian untuk petani di Genyem, Papua
  • Pemberian bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera

http://seputar-mahasiswa.blogspot.com/2013/10/pengertian-csr-manfaat-csr-dan_3763.html

Contoh perusahaan Yang Tidak Melakukan CSR

TANGGUNG jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility) kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.

Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).

Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.

Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.

Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Sumber            :

http://leonitaverea08.wordpress.com/2012/12/27/tanggung-jawab-sosial-perusahaan-atau-csr-corporate-social-responsibility/

PT. Megasari Makur adalah perusahaan yang memproduksi produk sepeti tisu basah, pengharum ruangan dan juga obat anti-nyamuk. Bermula pada tahun 1996, yang berproduksi di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Obat anti-nyamuk yang diproduksi di beri merek HIT, HIT mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh. Selain di indonesi HIT juga mengekspor produknya keluar Indonesia.Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.Masalah yang juga muncul adalah timbulnya miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal ini menjadi kewenangan Mentri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM. Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat anti-nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Tetapi pada kenyataannya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi lempar masalah dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.3.2 Analisis KasusPada contoh kasus diatas ditemukan bahwa HIT menggunakan zat berbahaya untuk membuat obat anti-nyamuk, zat yang digunakan adalah Propoxur dan Diklorvos pada produk obat anti-nyamuk yang dibuat oleh PT. Megasari Makmur. Zat berbahaya tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Seharusnya kejadian ini tidak perlu terjadi bahkan samapai menimbulkan korban jiwa, karena sudah ada undang-undang yang mengatur hak konsumen yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen. Larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga juga telah dikeluarkan Deptan sejak awal tahun 2004 (Sumber: Republika Online). Hal ini dapat memperjelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Para produsen masih bisa menciptakan produk baru dan dengan mudahnya memasarkannya tanpa ada penyeleksian yang ketat terlebih dahulu dari pihak pemerintah.Dilihat dari undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Obat anti-nyamuk HIT menyalahi beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU tersebut. Berikut beberapa pasal dalam undang-undang Perlindungan Konsumen yang dilanggar oleh PT. Megasari Makmur sebagai penghasil obat anti-nyamuk:1. Pasal 4, hak konsumen adalah:Ayat 1: “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa”.Ayat 3: “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa”.

PT. Megasari Makmur tidak memberi penjelasan dalam efek samping penggunaan obat anti-nyamuk, tentang bagaimana zat-zat yang terkandung didalam obat tersebut. HIT hanya memikirkan bagaimana mereka memproduksi obat anti-nyamuk ini tanpa memikirkan kesehataan konsumennya.

2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah:Ayat 2: “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.

PT. Megasari Makmur tidak memberitahukan dengan benar tentang indikasi yang terdapat pada obat anti-nyamuk HIT ini, bagaimana cara menggunakannya. Sehingga konsumen dengan pengetahuannya yang minim menyemprotkan begitu saja HIT tersebut ke ruangannya dan langsung menggunakan ruangan tersebut tanpa mendiamkan setengah jam atau lebih agar zat yang terkandung dalam obat anti-nyamuk itu bekerja.

3. Pasal 8:Ayat 1: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.Ayat 4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”.

PT. Megasari Makmur melanggar 2 ayat diatas, mereka tetap mengedarkan produknya padahal sudah mengetahui produknya belum memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang. HIT ditarik dari peredaraan setelah jatuh korban, seharusnya dapat dicegah sebelum korban berjatuhan.

4. Pasal 19: Ayat 1: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.Ayat 2: “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.Ayat 3: “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”.

PT. Megasari Makmur harus bertanggung jawab atas kelalaiannya yang dibuatnya, dengan memberi ganti rugi kepada korban yang mengalami kerugian atas penggunaan HIT. Dengan memberikan santunan yang setara.

Komentar saya mengenai ini adalah : Dalam beretika bisnis perusahaan memiliki peranan yang sangat penting, yaitu membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan dapat menciptakan nilai yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Seperti pada kasus obat anti-nyamuk HIT sudah melakukan pelanggaran etika bisnis dengan memasukkan 2 zat yang berbahaya bagi kesehatan pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen penggunanya. PT. Megasari Makmur telah membohongi publik, dimana perusahaan mempromosikan produknya obat anti-nyamuk ampuh dan murah tetapi tidak memberi peringatan bahaya yang terkandung di dalamnya. PT. Megasari Makmur seharusnya mencantumkan cara pemakaian produknya agar konsumen mengetahui bagaimana menggunakan produk tersebut dengan benar.

Bagi perusahaan yang melanggar etika bisnis contoh kasus pada PT. Megasari Makmur, sebaiknya membenahi perusahaan nya agar prinsip-prinsip etika bisnis dapat berjalan dengan baik sehingga tidak timbul pelanggaran-pelanggaran lain. Agar dapat menjadi contoh yang baik bagi perusahaan-perusahaan yang lain.

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur/ http://vtastubblefield.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-etika-dalam-berbisnis/ http://dianavia.blogspot.com/2011/10/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html http://www.governance-indonesia.org/KNKGDOWNLOADS/Pedoman%20Etika%20Bisnis%20Perusahaan.pdf

http://citrarestuanggari.blogspot.com/2013/10/pelanggaran-etika-bisnis.html

  1. PT POS INDONESIA Dalam Menerapkan Etika Bisnis

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.

Maksud dan tujuan penerapan Good Corporate Governance di Perusahaan adalah sebagai berikut:

  1.  Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar Perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
  2.  Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
  3.  Mendorong agar manajemen Perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaa.
  4.  Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian nasional
  5.  Meningkatkan nilai investasi dan kekayaan Perusahaan
  6. PEDOMAN ETIKA BISNIS DAN TATA PERILAKU (CODE OF CONDUCT)
  7.  LATAR BELAKANG DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS DAN TATA PERILAKU (CODE OF CONDUCT)
  8. a)Pedoman Etika Bisnis dan tata perilaku ini merupakan penjabaran dari praktik-praktik Good Corporate Governance sebagaimana tertuang dalam Keputusan bersama Komisaris dan Direksi PT Pos Indonesia nomor: KD.74/Dirut/1209 dan nomor: 649/Dekom/1209 tanggal 22 Desember 2009 tentang Panduan Penerapan Good Corporate Governance di PT Pos Indonesia (Persero), khususnya yang tercantum dalam Bab VII, yaitu Kebijakan perusahaan tentang perilaku Etis/Etika Bisnis.
  9. b)PT POS INDONESIA (Persero) berkomitmen untuk melaksanakan praktik-praktik Good Corporate Governance atau Tata Kelola perusahaan yang baik sebagai bagian dari Bisnis untuk pencapaian Visi dan Misi perusahaan. Code of Conduct ini merupakan salah satu wujud komitmen tersebut dalam menjabarkan Tata Nilai Dasar PT POS INDONESIA (Persero) ke dalam interpretasi perilaku yang terkait dengan etika Bisnis dan tata perilaku.
  10. c)Etika Bisnis dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini disusun untuk menjadi acuan perilaku bagi Direksi dan pekerja sebagai Insan POS INDONESIA dalam mengelola perusahaan guna mencapai Visi, Misi dan tujuan perusahaan.
  11.  TUJUAN ETIKA BISNIS DAN TATA (CODE OF CONDUCT)

Penerapan Etika Bisnis dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini dimaksudkan untuk :

  1. a)Mengidentifikasikan nilai-nilai dan standar etika selaras dengan Visi dan Misi perusahaan.
  2. b)Menjabarkan Tata Nilai sebagai landasan etika yang harus diikuti oleh insan POS INDONESIA dalam melaksanakan tugas.
  3. c)Menjadi acuan perilaku insan POS INDONESIA dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholders perusahaan.
  4. d)Menjelaskan secara rinci standar etika agar insan POS INDONESIA dapat menilai bentuk kegiatan yang diinginkan dan membantu memberikan pertimbangan jika menemui keragu-raguan dalam bertindak.
  5.  STANDAR ETIKA BISNIS POS INDONESIA

Sedangkan standar-standar etika bisnis yang diterapkan oleh POS Indonesia antara lain :

1)        Etika perusahaan tentang integritas dalam aktiva bisnis dan pekerjaan

2)        Etika perusahaan dengan pemegang saham

3)        Etika perusahaan dengan pekerja ( hubungan industrial )

4)        Etika perusahaan dengan konsumen

5)        Etika perusahaan dengan pesaing

6)        Etika perusahaan dengan penyedia barang dan jasa/rekaan

7)        Etika perusahaan dalam pengadaan dan kontrak pekerjaan

8)        Etika perusahaan dengan mitra kerja POS Indonesia

9)        Etika perusahaan dengan kreditur / investor POS Indonesia

10)    Etika perusahaan dengan pemerintan

11)    Etika perusahaan dengan masyarakat

12)    Etika perusahaan dengan media massa

13)    Etika perusahaan dengan pengelolaan lingkungan

14)    Etika perusahaan dengan organisasi profesi POS Indonesia.

  1. PT Garuda Indonesia

Garuda Indonesia telah mengumandangkan 5 (lima) nilai-nilai Perusahaan, yaitu eFficient & effective; Loyalty; customer centricitY; Honesty & Openness dan Integrity yang disingkat menjadi “FLY HI” sejak tahun 2007, dilanjutkan dengan rumusan code of conduct yang diluncurkan pada tahun 2008. Tata nilai FLY HI dan etika Perusahaan merupakan soft structure dalam membangun Budaya Perusahaan sebagai pendekatan yang digunakan Garuda untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik.
Pada tahun 2011, perusahaan menetapkan etika bisnis dan etika kerja perusahaan melalui Surat Keputusan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk No. JKTDZ/SKEP/50023/11 tanggal 11 Maret 2011.

Etika bisnis dan etika kerja tersebut merupakan hasil penyempurnaan dari pedoman perilaku (code of conduct) yang diterbitkan melalui Surat Keputusan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk No.JKTDZ/SKEP/50002/08 tanggal 14 Januari 2008 tentang Nilai-nilai Perusahan dan Pedoman Perilaku (code of conduct) Insan Garuda Indonesia. Penyempurnaan dilakukan berdasarkan umpan balik dari hasil proses implementasi internalisasi serta rekomendasi hasil GCG assessment tahun 2009. Etika Bisnis dan Etika Kerja Perusahaan merupakan himpunan perilaku-perilaku yang harus ditampilkan dan perilakuperilaku yang harus dihindari oleh setiap Insan Garuda Indonesia.

Etika dan perilaku tersebut dalam hubungannya dengan:

  1.  Hubungan Sesama Insan Garuda.
  2.  Hubungan dengan Pelanggan, Pemegang Saham dan Mitra Usaha serta Pesaing.
  3.  Kepatuhan Dalam Bekerja, mencakup Transparansi Komunikasi dan Laporan Keuangan; Penanganan Benturan Kepentingan; Pengendalian Gratifikasi; Perlindungan Tehadap Aset Perusahaan dan Perlindungan Terhadap Rahasia Perusahaan.
  4.  Tanggung jawab Kepada Masyarakat, Pemerintah dan Lingkungan.
  5.  Penegakan Etika Bisnis dan Etika Kerja mencakup: Pelaporan Pelanggaran; Sanksi Atas Pelanggaran; Sosialisasi dan Pakta Integritas.

Tata nilai, etika bisnis dan etika kerja merupakan tanggung jawab seluruh Insan Garuda Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama Perusahaan dalam Buku Etika Bisnis dan Etika Kerja Perusahaan serta sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk No. JKTDZ/SKEP/50023/11 tanggal 11 Maret 2011, ketetapan ketiga bahwa seluruh pegawai Perusahaan wajib memahmai, menerapkan dan melaksanakan Etika Bisnis dan Etika Kerja serta menandatangani “Pernyataan Pakta Integritas Kepatuhan Terhadap Etika Perusahaan.”

Internalisasi nilai-nilai dan etika Perusahaan dilakukan secara intensif melalui berbagai saluran komunikasi, pelatihan dan terintegrasi dengan sistem penilaian pegawai. Sosialisasi melalui saluran komunikasi internal perusahaan baik cetak maupun elektronik, tatap muka dan diskusi ke semua Unit Kerja baik di kantor Pusat maupun di Kantor Cabang serta melalui program pelatihan. Melalui proses sosialisasi, pada tahun 2011 ini jumlah pegawai yang telah menandatangani lembar komitmen kepatuhan terhadap etika Perusahaan telah mencapai 2.980 pegawai dari berbagai profesi dan unit
kerja. Jumlah tersebut berarti sudah mencapai lebih dari separuh dari total pegawai Perusahaan. Perusahaan mengimplementasikan whistleblowing system sebagai alat manajemen untuk membantu penegakkan etika perusahaan. Melalui system ini diharapkan semua pemangku kepentingan mau melaporkan dugaan pelanggan etika yang dilakukan oleh oknum Pegawai Garuda.

Etika bisnis dan etika kerja serta whistleblowing system disosialisasikan pula kepada Mitra Usaha sehingga dapat membantu proses penegakkan etika di perusahaan serta bersama-sama menciptakan lingkungan bisnis yang bersih dan bermartabat. Tata nilai “FLY HI” dan etika Perusahaan merupakan soft structure untuk membangun Budaya Perusahaan sebagai pendekatan yang digunakan Garuda untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

  1. Sebuah perusahaan pengembang di Lampung membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan kontraktor tersebut. Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan spesifikasi bangunan pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor telah mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi spesifikasi bangunan yang telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
  1. Sebuah Yayasan Maju Selalu menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis. Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
  1. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.

komentar saya tentang ini adalah kedua perusahaan ini telah menerapkan prinsip etika dalam berbisnisnya. Perusahaan ini sendiri telah melayani kebutuhan masyarakat indonesia sejak dulu. prinsip integritas moral, prinsip berbisnis kedua perusahaan inipun selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.

Sumber:

http://www.posindonesia.co.id//home/index.php/extensions/gcg

http://www.garuda-indonesia.com/id/investor-relations/good-corporate-governance/corporate-governance-manual/etika-bisnis-dan-etika-kerja.page

http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html

http://vickyagustya.blogspot.com/2013/10/contoh-perusahaan-yang-sudah-menerapkan.html